Jakarta, 13 Januari 2025 -- Media briefing CSIS yang diadakan hari ini menggarisbawahi tanggapan dan harapan terhadap kebijakan luar negeri Indonesia, khususnya dalam konteks Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2025 dan kinerja 100 hari pertama diplomasi di bawah Presiden Prabowo. Diskusi ini menyoroti berbagai tantangan dan peluang bagi Indonesia dalam memperkuat perannya di kancah internasional.

Ketua Departemen Hubungan Internasional CSIS, Lina Alexandra, menekankan pentingnya memperkuat interpretasi prinsip kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. “Prinsip ini harus didukung oleh strategi yang jelas untuk mengidentifikasi kepentingan nasional serta dinamika regional dan global,” ujarnya. Namun, ia mencatat bahwa kebijakan luar negeri yang disampaikan dalam PPTM 2025 masih bersifat retorika ketimbang substansi yang mendalam, terutama dalam isu BRICS dan peran Indonesia di ASEAN.

Selanjutnya, Peneliti Senior Departemen Hubungan Internasional CSIS, Andrew Mantong, menyerukan perlunya diplomasi Indonesia yang antisipatif, progresif, dan visioner. “Diplomasi bukan hanya soal keanggotaan, tetapi bagaimana kita menjadi penggerak utama dalam organisasi internasional,” tegasnya. Andrew juga menyoroti perlunya strategi yang kohesif untuk revitalisasi peran ASEAN, mengingat peran kawasan tersebut sebagai jangkar kebijakan luar negeri Indonesia.

Muhammad Habib, menambahkan pentingnya reformasi politik ekonomi domestik, khususnya dalam mengusung tata kelola perdagangan internasional yang lebih adil terutama dalam memperhitungkan keuntungan dan kerugian ekonomi Indonesia di BRICS. Ia juga menegaskan bahwa Indonesia harus menyeimbangkan klaim keinginan menjadi negara besar dengan tanggung jawab yang juga lebih besar.

Telusuri lebih jauh tanggapan CSIS terkait PPTM 2025: csis.or.id/L/MB #NalarAjarTerusanBudi #CSISIndonesia