Ketika COVID-19 sudah menyebar ke banyak negara dan menjadi pandemi global, reaksi kebijakan tiap negara berbeda-beda. Hong Kong, Singapura dan Taiwan langsung menerapkan restriksi perjalanan dan himbauan menjaga jarak (social distancing) secara ketat.1 Ketiga negara itu, dan Korea Selatan,2 juga melakukan deteksi dini secara agresif. Perangkat teknologi digunakan untuk tracking lokasi mereka yang terinfeksi, memperkirakan siapa saja yang kemungkinan tertular, sehingga isolasi dan karantina terhadap individu-individu yang memiliki risiko tertular bisa dilakukan. Keempat negara itu dianggap sebagai praktik terbaik. Meski konektivitas mereka dengan China begitu tinggi, dan—dalam kasus Korea Selatan—sudah terjadi penularan masif di sebuah kelompok agama, jumlah kasus infeksi bisa dikendalikan.