Isu korupsi menjadi salah satu isu yang mendapat sorotan tajam dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam laporan Transparency International terbaru, indeks persepsi korupsi Indonesia 2022 berada di angka 34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara.1 Angka ini menunjukkan penurunan 4 poin dibandingkan tahun sebelumnya, atau merupakan penurunan terburuk sejak 1995. Ini berarti di mata internasional, tingkat korupsi Indonesia hari ini adalah yang paling buruk selama era demokrasi 1999 - 2023. Skor Indonesia jauh lebih rendah dari rata-rata negara Asia Pasifik yaitu 45. Skor 34 yang diraih Indonesia sama dengan negaranegara seperti Malawi, Gambia, Nepal, dan Sierra Leone, jauh di bawah negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam, dan Thailand.
Anjloknya skor persepsi korupsi salah satunya ditengarai karena faktor revisi Undang-Undang KPK pada empat tahun lalu, yang diyakini menjadi salah satu kunci memburuknya pemberantasan korupsi di Indonesia. Proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan pengesahan draf undang-undang yang kilat, tanpa melibatkan konsultasi publik yang layak, diyakini merupakan mempengaruhi kinerja dan independensi KPK.2 Selain itu, kebijakan pimpinan KPK yang dianggap melakukan upaya ‘penyingkiran’ sistematis kepada sedikitnya 65 pegawai melalui tes ‘wawasan kebangsaan’ juga memperparah persepsi publik terhadap KPK.3 Status pegawai KPK yang sebelumnya adalah ‘pegawai komisi’ yang otonom kini dialihkan sebagai ASN dan tunduk terhadap undang-undang aparatur sipil negara. KPK juga kini berada di ranah eksekutif yang secara hierarki tunduk pada perintah dan arahan kepala negara.
Tingkat korupsi yang tinggi tidak hanya buruk buat kinerja pemerintahan, tetapi juga mempengaruhi tingkat penerimaan pajak (Ajaz & Ahmad 2010), menciptakan praktik rent-seeking dan distorsi kebijakan publik (Bardhan 1997), mempengaruhi investasi luar negeri (Delgado et al. 2014; Egger & Winner 2006), serta mengurangi produktivitas ekonomi (Lamsdorff 2003). Hal ini tentu bertentangan dengan keinginan Presiden Jokowi untuk mendatangkan investasi sebanyak-banyaknya; diketahui indeks persepsi korupsi kini dijadikan salah satu pertimbangan utama yang membuat apakah investor dan donor mau mengalirkan uangnya ke suatu negara